Sabtu, 10 November 2012

HADITS MARFU

0 komentar



بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

A. Definisi Hadits Marfu
Hadits marfu adalah hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau; baik yang menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits itu bersambung atau terputus.
Berdasarkan definisi diatas hadits marfu itu ada yang sanadnya bersambung, adapula yang terputus. Dalam hadits marfu ini tidak dipersoalkan apakah ia memiliki sanad dan matan yang baik atau sebaliknya. Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan, berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadnya terpuus hadits tersebut disifati dengn hadits dhaif mengikuti macam-macam putusnya perawi.

B. Macam-macam Hadits Marfu
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi itupun dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fi’li dan marfu taqriri. Dari ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang jelas –dengan mudah dikenal– rafanya, dan adapula yang tida jelas rafanya. Yang jelas (shahih) disebut marfu hakiki, dan yang tidak jelas (ghairu shahih) disebut marfu hukmi.
1. Marfu Qauly Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi tentang sabdanya, bukan perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan dengan tegas bahwa nabi bersabda. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lapazh qauliyah :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول …… كذا
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ……… begini”
Contohnya :
عن ابن عمر رضى الله عنه قال: إنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ بسبع و عشرين درجة
( رواه البخاري و مسلم)
“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Shalat jama’ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmi
Ialah hadits marfu yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi, melainkan dengan perantaran qarinah yang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabat itu berasal dari sabda nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat :
أمرنا بكذا ……. نهينا عن كذا
“Aku diperintah begini…., aku dicegah begitu……”
Contohnya :
أمر بلال ان ينتفع الأذن و يوتر الإقامة ( متفق عليه )
“Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan iqamah” (HR Mutafaqqun ‘Alaih)
Pada contoh diatas hadits tersebut dihukumkan marfu dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada hakikatnya si pemberi perintah iu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan rasulullah saw.
Contohnya :
عن عائشة رضى الله عنها انّ رسولالله صلّى الله عليه وسلّم كان يدعوا فى الصلاة, ويقول: (اللّهمّ إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى)
“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendo’a di waktu sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari dosa dan hutang” (HR Bukhari)
4. Marfu Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits marfu melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan Rasulullah saw.
Contohnya :
قال جابر: كنّا نأكل لحوم الخيل على عهدى رسول الله (رواه النسائى)
“Jabir r.a. berkata : Konon kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki 
Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
Contohnya, Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a:
كنّا نصلّ ركعتين بعد غروب الشمس و كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
“Konon kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam, Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah.”
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
Contohnya, perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:
لا تلبسوا علين سنّة نبيّنا (رواه ابو داود)
“Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu Dawud)
Perkataan di atas tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.

Comments
0 Comments

0 komentar: