Sabtu, 24 November 2012

HADITS MAQTHU'

0 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ ارَّحِيم

Al-Maqthu’ secara bahasa artinya artinya yang diputuskan atau yang terputus. Sedangkan secara istilah ilmu hadits Al Maqthu` berarti 

َا نُسِبَ إِلَى التَّابِعِيْ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ

“hadis yang dinisbahkan kepada Tabiin, baik perkataan maupun perbuatan
Yaitu sesuatu perkataan yang disandarkan kepada para Tabiin, baik itu perkataan maupun perbuatan mereka. 

Perbedaan antara Hadits Maqthu’ dan Munqathi’ adalah bahwasannya Al-Maqthu’ adalah bagian dari sifat matan, sedangkan Al-Munqathi’ bagian dari sifat sanad. Hadits yang Maqthu’ itu merupakan perkataan tabi’I atau orang yang di bawahnya, dan bisa jadi sanadnya bersambung sampai kepadanya. Sedangkan Munqathi’ sanadnya tidak bersambung dan tidak ada kaitannya dengan matan.

Sebagian ulama hadits – seperti Imam Asy-Syafi’I dan Ath-Thabarani – menamakan Al-Maqthu’ dengan Al-Munqathi’ yang tidak bersambung sanadnya. Ini adalah istilah yang tidak populer. Hal tersebut terjadi sebelum adanya penetapan istilah-istilah dalam ilmu hadits, kemudian menjadi istilah Al-Maqthu’ sebagai pembeda untuk istilah Al-Munqathi’.
Contoh Hadits Maqthu` :

Maqthu` Perkataan 

misalnya  Perkataan Hasan Al Bashri tentang shalat di belakang ahl al bid`ah: 

بِدْعَتُهُ وَعَلَيْهِ صَلِّ

“Shalatlah di belakangnya. Baginya bid`ah yang ia lakukan “  
Atau Perkataan Atha` : 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Manshur dari Ibnu Juraij dari Atha` bahwasanya dia tidak suka berwudhu dengan susu ataupun sari buah, dan dia berkata; “Sesungguhnya tayammum lebih aku sukai daripadanya.”  

Maqthu` Perbuatan 

Misalnya  Perkataan Ibrahim bin Muhammad Al Muntasyir :

وَدُنْيَاهُم وَيُخَلِّيَهُم صَلاَتِهِ عَلَى وَيُقْبِلُ أَهْلِهِ بَيْنَ وَ لسَّتْرَ لسَّتْرَ يُرخِي مَسْرُوْقُ كَانَ

“Dahulu masruq senantiasa menurunkan tirai yang memisahkan antara ia dan keluarganya. Lalu ia berkonsentrasi melakukan shalat dan membiarkan mereka dengan dunianya.”  

Kedudukan Hadits Maqthu`

Tidak bisa dijadikan sama sekali sebagai dalil dalam hukum syariat. Walaupun benar penisbatannya kepada orang (Tabi`in) yang mekatakan. Sebab hanya merupakan perkataan atau perbuatan seorang muslim. Bukan merupakan perkataan Allah SWT ataupun Rasulullah SAW.

Namun jika terdapat tanda yang menunjukan kemarfu`an hadits tersebut. Maka yang demikian bisa dihukumi hadits marfu` mursal. Demikian juga jika ada tanda2 kemauqufannya. Maka bisa dihukumi dengan hokum mauquf. 
Comments
0 Comments

0 komentar: