Senin, 05 November 2012

DEFINISI ULUMUL HADITS

2 komentar


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ ارَّحِيم
Definisi
عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي
Ilmu Hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan). (An-Nukat ‘ala Ibni ash-Sholah, Ibnu Hajar, j.1 h.225)

Ada pendapat lain yang menyatakan
هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan. (Tadrib ar-Rawi, as-Suyuthy, j.1 h.41)

Penjelasan Definisi
Sanad adalah rangkaian rijal yang menghantarkan kepada matan
Matan adalah perkataan yang terletak di penghujung sanad.

Contoh-contoh
Al-Bukhari meriwayatkan hadits berikut, di dalam kitabnya yang ber-nama ash-Shahih, Bab Kayfa kana bad’ al-wahyi ila Rasulillah saw, j. 1, h. 5
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْهم عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami al-Humaidi, Abdullah bin az-Zubair, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqash al-Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas mimbar; Rasulullah saw bersabda; Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang ia niatkan

Yang dinamakan Sanad pada hadits di atas adalah
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْر،ِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْهم عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Sedangkan matan pada hadits di atas adalah;
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk membedakan antara hadits sahih dan dha’

Riwayat dan Dirayah                                  
Ilmu Hadits Riwayah adalah Ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendiwanan (proses tadwin) apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang dan memindahkan atau mendiwankan dalam suatu Diwan Hadits. Dalam menyampaikan dan mendiwankan hadits, baik mengenai matan maupun sanadnya. Faedah mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintis pertama ilmu riwayah adalah Muhammad bin Syhab Azzuhri (w. 124 H). Adapun Ilmu Hadits Dirayah disebut dengan ilmu Musthalahul Hadits – undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah adalah meneliti sifat/tingkah laku para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Faedahnya atau tujuan ilmu ini adalah untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud. Pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurahman bin Khalad Ramahumuzi (w.360 H).

Pengertian Hadits Riwayah dan Dirayah Menurut Para Ulama
          1. Pengertian Ilmu Hadis Riwayah

a. Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu:
Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya, serta periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya.
b.  Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu:
Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.
c.  Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam 

Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu:
Ilmu Hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadis Riwayahpada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW.
Objek kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi periwayatannya dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
-   Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;
-   Cara pemeliharaan Hadis, Yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadis Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.

2. Pengertian Ilmu Hadis Dirayah
Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu HadisDirayah ini. Akan tertapi, apabila di cermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok bahasannya.
a.       Menurut ibnu al-Akfani, yaitu:
Dan ilmu hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuaatu yang berhubungan dengannya.
b.      Imam al-Suyuti merupakan uraian dan elaborasi dari definisi diatas, yaitu:
Hakikat Riwayat adalah kegiatan periwayatan sunnah (Hadis) dan penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimattahdits, yaitu perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si fulan), atau ikhbar, seperti perkataannya“akhbarana fulan”, (telah mengabarkan kepada kami si fulan).
Syarat-syarat Riwayat yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang di riwayatkan dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti sama`(perawi yang mendengar langsung bacaan Hadis dari seorang guru),qira`ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunyadi hadapan guru tersebut), ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu hadis dari seorang Ulama` tanpa di bacakan sebelumnya), munawalah (menyerahkan suatu Hadis yang tertulis kepada seseorang untuk di riwayatkan), kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), i`lam (memberi tahu seseorang bahwa Hadis-hadis tertentu adalah koleksinya),  washiyyat (mewasiat-kan kepada seseorang koleksi Hadis yang di milikinya), dan wajadah (mendapat-kan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
Macam-macam riwayat adalah seprti periwayatan muttashil(periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi yang terakhir), atau munqothi` (periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah atau di akhir), dan yang lainnya.
Hukum riwayat adalah al-qobul (di terimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu), dan al-radd (ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi).
Keadaan para perawi maksudnya adalah keadaan mereka dari segi keadilan mereka (al-`adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh)
Syarat-syarat mereka yaitu syarat-syarat yang harus di penuhi oleh seorang perawi ketika menerima riwayat (syarat-syarat padatahammul) dan syarat ketika menyampaikan riwayat (syarat pada al-adda`).
Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat) adalah penulisan Hadis di dalam kitab al-musnad, al-mu`jam, atau al-ajza` dan lainnya dari jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis-hadis Nabi SAW.
c.       M. `Ajjaj al-Khatib dengan definisi yang lebih ringkas dan komprehensif, yaitu:
Ilmu Hadis Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau ditolaknya.
Dengan urian sebagai berikut:
Al-rawi atau perawi adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang lainnya; Al-marwiadalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang lainnya seperti Sahabat atau Tabi`in; keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh danta`dil ketika tahammul dan adda` al-Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan Hadis; keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan denganittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya `illatatau tidak, yang menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadis.
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi diatas adalah sanad dan matan Hadis.
Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak di benarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui idenatitasnya atau tersamar; (ii) segi keterpercayaan sanad (tsiqot al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat didalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dandhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya); (iii) segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz); (iv)keselamatannya dari cacat (`illat); dan (v) tinggi dan rendahnya suatu sanad.
Sedangakan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke-dho`ifan-nya. Hal tersebut dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Qur`an, atau keselamatannya: (i) dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz); (ii) dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (fasd al-ma`na), karena bertentangan dengan akal dan panca indra, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur`an, atau dengan fakta sejarah; dan (iii) dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan Hadis-hadis yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk di amalkan), dan yang mardud (yang ditolak).
Ilmu Hadis Dirayah inilah yang selanjutnya secara umum dikenal dengan Ulumul Hadis, Mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits.Keseluruhan nama-nama diatas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadis, dari segi diterima dan di tolaknya.

Comments
2 Comments

2 komentar: