Rabu, 26 Juni 2013

Falsafah Iqra

0 komentar



"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
   Dia telah menciptakan manusia dari alaq. Bacalah, dan
   Tuhanmulah yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia
   dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
   belum diketahuinya" (QS Al-Alaq [96]: 1-5).

Mengapa iqra,  merupakan  perintah  pertama  yang  ditujukan
kepada  Nabi, padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai
membaca dan menulis)? Mengapa demikian?

Iqra terambil dari akar  kata  yang  berarti  "menghimpun,"
sehingga tidak selalu harus diartikan "membaca teks tertulis
dengan aksara tertentu."

Dari  "menghimpun"  lahir   aneka   ragam   makna,   seperti
menyampaikan,  menelaah, mendalami, meneliti mengetahui ciri
sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.

Iqra (Bacalah)! Tetapi apa yang harus dibaca?  "Ma  aqra?"
tanya  Nabi  -dalam  suatu riwayat- setelah beliau kepayahan
dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s.

Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki  agar
beliau  dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut
Bismi Rabbik; dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.

Iqra  berarti  bacalah,  telitilah,  dalamilah,  ketahuilah
ciri-ciri  sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman,
sejarah, diri sendiri, yang  tertulis  dan  tidak  tertulis.
Alhasil  objek  perintah  iqra mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkaunya.

Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam  cara  yang
dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan kemampuannya.

Pengulangan  perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan
sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak  diperoleh
kecuali  mengulang-ulangi  bacaan,  atau  membaca  hendaknya
dilakukan sampai mencapai batas maksimal  kemampuan,  tetapi
juga  untuk  mengisyaratkan  bahwa  mengulang-ulangi  bacaan
Bismi  Rabbika  (demi  karena   Allah)   akan   menghasilkan
pengetahuan  dan  wawasan  baru walaupun yang dibaca itu-itu
juga.

Mengulang-ulang membaca ayat Al-Quran menimbulkan penafsiran
baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta
kesejahteraan batin.  Berulang-ulang  "membaca"  alam  raya,
membuka   tabir  rahasianya  dan  memperluas  wawasan  serta
menambah kesejahteraan lahir. Ayat Al-Quran yang  kita  baca
dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat Al-Quran yang
dibaca Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun demikian,
namun   pemahaman,   penemuan   rahasianya,  serta  limpahan
kesejahteraan-Nya terus berkembang, dan  itulah  pesan  yang
dikandung   dalam  Iqra  wa  Rabbukal  akram  (Bacalah  dan
Tuhanmulah  yang  paling  Pemurah).  Atas   kemurahan-Nyalah
kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai.

(Dikutip dari Tulisan Prof Dr. Muhammad Quraish Shihab MA. Dalam buku Wawasan  Al-Quran Terbitan Mizan-Bandung)

Inilah salah satu modal tuk belajar dan mempraktekan membaca fenomena
Al-Quran yang terpampang di segenaf ufuk dan dalam diri manusia itu sendiri  (Q.S. Al-Fushilat 59), sehingga dapat diketahuilah bahwasannya Al-Qur’an adalah benar adanya  Shodaqallahul’adzim dan dengan modal iqra inilah kita semua dapat membaca ayat-ayat Al-Quran tanpa melalui perantaraan dan intervensi subyektifitas manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan.


Comments
0 Comments

0 komentar: