Cinta merupakan hal yang mendasar dalam hidup ini, terkadang cinta membawa bahagia bagi manusia, dan dapat pula berubah menjadi prahara. Cinta adalah instrumen untuk mencapai tujuan, pada dasarnya cinta adalah netral, tetapi terpulang siapakah yang mengemudi cinta itu sendiri, jiwa nafsu syahwat yang mendominasi maka wajarlah cinta itu akan berakhir dengan kebinasaan, tetapi ketika cinta yang bertaburan dengan bunga iman kepada Allah maka cinta adalah pengikat antara manusia dengan tuhannya, sehingga akan menjadikan dia ikhlas beribadah.
Menurut id.wikipedia.org Cinta itu adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan kasih sayang terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
Ibnul Qayyim pun juga pernah mengatakan bahwa :
“Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri”.
Pada hakekatnya Cinta itu adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah SWT, maka ia akan menjadi ibadah. Dan apabila sebaliknya, jika cinta itu tidak sesuai dengan ridha Allah SWT maka akan menjadi perbuatan maksiat (seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini). Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.Islam menyeru kepada cinta, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada Agama, cinta kepada aqidah, juga cinta kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya, firman Allah SWT:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 21)”.
Cinta Menurut Al Qur’an :
- CINTA MAWADDAH adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
- CINTA RAHMAH adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih walaupun ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antara orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim ertinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
- CINTA MAIL adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedut seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
- CINTA SYAGHAF adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) boleh jadi seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyedari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
- CINTA RA’FAH yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak sanggup membangunkannya untuk sholat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini hukuman bagi penzina (Q/24:2).
- CINTA SHOBWAH yaitu cinta buta, cinta yang mendorong kelakuan yang menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, “wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)”.
- CINTA SYAUQ (RINDU), istilah ini bukan dari Al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan Al Qur’an. Dalam surat Al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad : ”wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu”. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab “Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin”, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, (hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi).
- CINTA KULFAH yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut Al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, “la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)”.
Cinta Sejati Menurut Islam :
- Tidak rela yang dicintai menderita
- Rela berkorban apapun demi yang dicintai
- Memenuhi segala keinginan dari yang dicintai
- Tidak pernah memaksakan kehendak kepada yang dicintai
- Berlaku sepanjang masa. Cinta tersebut hanya ada antara Khalik dan Makhluk, cinta antara makhluk harus ditambah syarat-syarat berikut:
- Cintanya tersebut karena Allah S.W T.
- Harus memenuhi segala aturan yang dibuat oleh Allah SWT.
- Sex bukanlah cinta dan cinta bukanlah sex, tetapi sex adalah bunga-bunga dari cinta dan hanya ada dalam pernikahan dan hanya dengan yang dinikahi
- Cinta bukan uang atau harta atau duniawi, tetapi cinta membutuhkan uang, harta dan duniawi.
Begitu indahnya cinta Islam, cinta untuk Allah, cinta untuk Rasulullah, cinta untuk orang yang melahirkan kita, cinta untuk orang tua kita, cinta untuk sahabat kita, cinta untuk orang di sekitar kita, cinta untuk orang yang akan mendampingi kita nantinya, dan tentunya cinta untuk semua makhluk-makhlukNya.
Namun pada zaman sekarang dan situasi kondisi saat ini, cinta yang lahir cenderung penuh dengan hawa nafsu, nafsu yang menggebu-gebu dan menyimpang dari norma-norma agama dan apa yang telah diperintahkan Allah SWT, serta menyimpang dari sebuah tujuan murni cinta itu yang sebenarnya. Setiap saat, setiap hari kita terutama pada kalangan muda bahakan anak-anak pun dibuai dengan lagu-lagu cinta, dibuat terlena dengan tontonan kisah cinta (sinetron, film) yang menghanyutkan kita ke dalam dunia khayal yang merugikan. Bahkan sekarang ini banyak orang yang menyalahartikan makna dan arti dari apa cinta itu sebenarnya, sehingga mereka terdorong melewati batas pergaulan dan tatasusila seorang mukmin.
Maka daripada itu, renungkanlah sejenak kawan hakikat sebuah kehidupan kita di dunia ini. Rasullulah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri.” Juga sabda Rasulullah, “Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman, maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah.” (HR Hakim dari Abu Hurairah)”.